Sabtu, 27 Maret 2010

Makalah Manajemen Laut dan Pesisir

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut air laut.
Menurut Dyer, K.R (1973) estuary dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu estuary positif dan negative. Estuary positif adalah suatu estuary dimana air tawar yang masuk dari sungai lebih banyak jika dibangdingkan dengan penguapan, sehingga salinitas permukaan lebih rendah dibandingkan deengan laut terbuka. Sedangkan estuaria negative adalah kebalikannya, yaitu dimana pengauapan lebih besar dari pada aalirang sungai dan hujan sehingga terjadi keadaan hypersaline (asin berlebih).
Bentuk estuaria sangat bervariasi dan sangat bergantung pada besar kecilnya aliran air sungai, kisara pasng surut, dan bentuk garis pantai. Kebanyakan estuaria didominasi oleh substrat lumpur yang berasal dari endapan yang dibawa oleh air tawar maupun air laut. Karena partikel yang mengendap kebanyakan bersifat organic, substrat estuaria biasanya kaya akan bahan organic. Bahan organik ini akan manjadi cadangan makanan utama bagi organisme perairan terutama organisme yang hidup di perairan.
Lingkungan estuari merupakan kawasan yang penting bagi berjuta hewan dan tumbuhan. Pada daerah-daerah tropis seprti di Indonesia, lingkungan estuari umumnya di timbuhi dengan tumbuhan yang khas yang disebut dengan mangrove. Tumbuhan ini mampu berdaptasi dengan baik pada genangan air yang kisaran salinitasnya cukup lebar. Selain itu, pada daerah estuaria juga terdapat ekosistem padang lamun dan ekosistem terumbu karang. Namun, kedua ekosistem ini pada umumnya berada perairan yang merupakan peralihan antara daerah estuari dengan laut atau daerah terluar dari estuaria yang mempunyai kisaran salinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang ditumbuhi oleh komunitas hutan mangrove.
Estuaria sebagai daerah peralihan antara air tawar dan air asin dari laut yang terletak dikawasan pesisir yang pada kenyataan sangat dekat dengan wilayah pemukiman penduduk dan berbagai kegiatan industri di daratan, sehingga menjadikan daerah ini sebagai daerah penyaring utama terhadap segala aktifitas yang terjadi di daratan utamanya pembuangan limbah cair baik yang berasal dari sektor rumah tangga maupun sektor industri. Aktifitas pembuangan limbah yang pada umumnya berpusat pada daerah estuaria ini tentu saja akan membuat keseimbangan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya yang ada dan terjadi pada estuari tentu saja akan terganggu akan terganggu.





B. Perumusan Masalah
Masyarakat indonesia pada umumnya memanfaatkan daerah pesisir sebagai pusat kegiatan utama mereka tidak terkecuali pada daerah Sulawesi Tenggara. Menurut data yang di kemukakan olah La Sara (2009), lebih dari 60% masyarakat yang ada di Indonesia mendiami wilayah pesisir, 80% kegiatan industri berada pada wilayah pesisir,dan 181 kabupaten serta 42 kota besar berada di wilayah pesisir.
Pesatnya perkembangan kegiatan masyarakat yang berpusat pada kawasan pesisir tentu saja akan membawa dampak negatif pada daerah pesisir itu sendiri khususnya daerah estuaria yang merupakan perairan utama yang terletak pada daerah pesisir. Dampak buruk yang paling utama yang sangat nyata terlihat adalah pembuangan limbah cair yang mengakibatkan tercemarnya dan menurunnya kualitas air pada daerah estuari. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan hilangnya berbagai organisme yang memanfaatkan lingkungan estuari baik itu sebagai tempat untuk mencari makan (feeding ground), tumbuh besar (nursery ground), dan juga tempat pemijahan (spawning ground). Selain itu, aktifitas manusia yang terjadi di daratan seperti perambahan hutan, penggunaan pupuk dan pestisida untuk keperluan pertanian, penambangan pada daerah aliran sungai telah menambah catatan panjang yang membawa wilayah estuari kepada berbagi permasalahan yang tak kunjung usai seperti pendangkalan karena sedimentasi dan meningkatnya partikel-partikel tersuspensi pada air di daerah estuari
Permasalahan yang akan di telaah dan dibahas secara bersama dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pengertian daerah estuaria
2. Jenis dan potensi estuaria
3. Pedoman pengelolaan daerah estuaria
4. Contoh kasus buruknya pengelolaan estuaria dalam lingkup lokal
5. contoh kasus pengelolaan lingkungan estuaria yang baik.
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi kepada mahasiswa tentang daerah estuaria
2. Mengidentifikasi Permasalahan-permasalahan yang terjadi di wilayah estuaria.
3. Mencoba mencari jalan keluar dari permasalah yang dihadapi melalui diskusi kelompok.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat memperdalam pengetahuannya tentang daerah estuari
2. Mahasiswa dapat mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi pada daerah estuari
3. hasil dari penulisan makalah melalui pola diskusi diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dalam pengelolaan daerah estuari dimasa mendatang yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait, baik itu pemerintah, masyarakat, kalangan akademisi, maupun dunia usaha.

















BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Estuaria
Estuaria adalah bagian dari lingkungan perairan yang merupakan percampuran antara air laut dan air tawar yang berasala dari sungai. Lingkungan estuaria merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di pengaruhi oleh pasanga surut, seperti halnya pantai, namun umumnya terlindung dari gelombang laut. Lingkungan estuari pada umumnya merupakan pantai tertutup atau semi terbuka ataupun terlindungi. Penenntuan daerah estuari dalam suatu kawasan tertentu dapat di tentukan dengan melihat sumber air tawar yang ada di sekitar pantai dan juga dengan menentukan salinitas perairan tersebut, karena perairan estuari mempunyai salinitas yang lebih rendah dibandingbkan dengan lautan dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan air tawar. Kisarannya yaitu 5-25 ppm.
B. Jenis dan Potensi Daerah Estuaria
Daerah estuaria pada umumnya di bagi kedalam tiga jenis yaitu sebagai berikut :
1. Estuaria berstratifikasi yaitu estuaria yang dicirikan oleh adanya batas yang jelas antara air tawar dan air laut, dimana didapatkan pada lokasi dimana aliran air tawar lebih dominan dibandingbkan penyusupan air laut.
2. Estuari bercampur sempurna atau estuaria homogen vertical, yaitu estuaria dimana pengaruh pasang surut sangat dominan dan kuat sehingga air bercampur sempurna dan tidak membentuk stratifikasi.
3. Estuaria berstratifikasi sebagian (moderat), adalah daerah estuarfia yang paling sering di jumpai. Aliran tawar seimbang dengan masuknya air laut bersama arus pasang.
Selain terdiri dari beberapa jenis estuaria juga memiliki beberapa karakteristik tertentu sebagai berikut :
1. Keterlindungan
Dikarenakan daerah estuari merupakan perairan semi tertutup sehingga biota akan terlindungi dari gelombang laut yang memungkinkan tumbuh mengakar di dasar estuaria dan memungkinkan larva kerang-kerangan menetap di dasar perairan.
2. Kedalaman
Daerah estuaria mempunyai kedalaman yang relatif dangkal sehingga memungkinkan cahaya matahari dapat mencapai dasar perairan. Karena relatif dangkal sehingga memungkinkan pencampuran lebih baik dan lebih cepat serta menangkal predator yang masuk dari perairan terbuka yang pada umumnya tidak menyenangi perairan dangkal.
3. Salinitas
Salinitas perairan pada daerah estuari umumnya berkisar antara 5-25 ppm, atau dengan kata lain salinitas pada daerah ini lebih tinggi dibandingkan air tawar dan lebih rendah dibandingbkan air laut.



4. Sirkulasi air
Perpaduan antara air tawar dari daratan, pasang surut, dan salinitas menciptakan suatu sistem gerakan dan transportasi air yang bermanfaat bagi biota yang hidup tersuspensi dalam air yaitu plankton.
5. Pasang Surut
Energinya merupakan tenaga penggerak yang penting, antara lain mengangkut zat hara dan plankton serta mengencerkan dan menggelontorkan limbah.

6. Penyimpanan dan pendauran zat hara
Daerah estuari mempunyai kemampuan menyimpan energi, daun pohon mangrove, dan lamun serta alga yang akan dikonversi sebagai zat hara dan disimpan sebagai bahan organik untuk nantinya dimanfaatkan oleh organisme hewani.
Sebagai lingkungan yang mempunyai kisaran salinitas yang cukup lebar, estuaria menyimpan berjuta keunikan yang khas. Hewan-hewan yang hidup pada lingkungan perairan ini adalah hewan yang mampu beradaptasi dengan kisaran salinitas tersebut. Dan yang paling penting adalah lingkungan daerah estuaria merupakan lingkungan yang sangat kaya akan nutrient yang menjadi unsur penting bagi pertumbuhan phytoplankton. Inilah sebenarnya keunikan dari daerah estuaria. Sebagai kawasan yang sangat kaya akan unsur hara (nutrient) estuaria dikenal dengan sebutan daerah pembesaran bagi barbagai jenis ikan, invertebrata (Crustacea, bivalvia, Echinodermata, Annelida, dll). Tidak jarang ratusan jenis ikan ekonomis penting seperti beronang, kakap, dan masih banyak lagi menjadikan daerah estuaria sebagai tempat pemijahan dan pembesaran.
Pada kawasan subtropic sampai daerah dingin, fungsi estuaria bukan hanya sebagai daerah pembesaran bagi berjuta hewan penting, bahkan menjadi daerah ruaya bagi jutaan jenis burung pantai. Kawasanestuari digunakan sebagai daerah istirahat setelah perjalanan panjang bagi berbagai jenis burung pantai dalam ruayanya mencari daerah yang ideal untuk perkembangannya. Disamping itu juga daerah estuaria digunakan oleh sebagian besar mamalia dan hewan-hewan lainnnya untuk mencari makan.
Ekosistem estuaria merupakan ekosistem yang produktif. Produktifitas hayatinya setara dengan produktivitas hayati hutan hujan tropik dan ekosistem terumbu karang. Produktifitas hayati estuaria lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas hayati perairan laut dan perairan tawar dikarenakan :
1. Estuaria berperan sebagai penjebak zat hara, jebakan ini bersifat fisik dan biologis. Ekosistem estuaria mampu menyuburkan diri melalui :
a. dipertahankannya dan cepat di daur ulangnya zat-zat hara oleh hewan yang hidup di dasar estuaria seperti bermacam-macam kerang dan cacing
b. Produksi detritus, yaitu partikel-partikel serasah daun tumbuhan akuatik makro (makrofiton akuatik) seperti lamun dan juga daun mangrove yang kemudian dimakan oleh bermacam ikan dan udang pemakan detritus.
c. pemanfaatan zat hara yang terpendam jauh dalam dasar lewat aktifitas mikroba (organisme renik seperti bakteri), lewat akar tumbuhan yang masuk jauh kedalam dasar estuaria, atau lewat aktifitas hewan penggali liang di dasar estuari seperti bermacam cacing.
2. Di daerah tropik estuaria memperoleh manfaat besar dan kenyataan bahwa tumbuhan yang ada pada daerah tersebut terdiri dari berbagai jenis yang komposisinya sedemikian rupa sehingga proses fotosintesis terjadi sepanjang tahun. Estuaria sering memiliki tiga jenis tumbuhyan yaitu, tumbuhanh makro (makrofiton) yang hidup didasar estuari atau melekat pada daun lamun dean mikrofiton yang hidup melayang-layang di dalam air (plankton). Proses fotosintesis yang berlangsung sepanjang tahun ini menjaminh bahwa makanan tersedia sepanjang tahun bagi hewan akuatik pemakan tumbuhan
3. Aksi pasang surut menciptakan suatu ekosistem akuatik yang permukaan airnya berfluktuasi.
Pada umumnya makin besar amplitudo pasang surut, makin tinggi pula potensi produksi estuaria, asalakan arus pasang tidak mengakibatkan pengikisan dari tepi estuaria. Selain itu, gerakan bolak-balik air berupa arus pasang yang mengarah ke daratan dan arus sururt yang mengarah ke laut bebas, dapat mengangkut bahan makanan, zat hara, fitoplankton, dan zooplankton.
Keistimewaaan lingkungan perairan estuaria lainnya adalah sebagai penyaring dari berjuta bahan buangan cair yang bersumber dari daratan.sebagai kawasan yang sangat dekat dengan kawasan hunian penduduk, daerah estuaria umumnya dijadikan daerah buangan bagi limbah-limbah cair dan juga limbah padat. Limbah yang ada pada perairan khususnya limbah cair mengandung banyak unsur diantaranya nutrien dan bahan-bahan kimia lainnya. Dalam kisaran yang dapat ditolerir, kawasan estuaria umumnya bertindak sebagai penyaring limbah cair ini, mengendapklan partikel-partikel beracun dan meninggalakan badan air yang lebih bersih. Hal inipun terjadi dengan kondisi dimana terjadi suplai yang terus menerus dari air sungai dan air laut yang cenderung lebih bersih dan menetralkan sebgaian besar bahan polutan yang masuk ke daerah estuaria tersebut.
Selain itu semua, hal yang sangat berhubungan dengan masyarakat dan kegiatan ekonomi masyarakat, lingkungan kawasa perairan estuaria kebanyakan dijadikan sebagai lahan budidaya bagi barbagai jenis ikan, bivalvia (oyster dan clam), crustacean (kepiting), serta area penangkapan bagi berbagai jenis ikan oleh masyarakat dalam skala kecil.
Beberapa ekosistem yang terdapat di kawasan estuaria :
1. Ekosistem Mangrove
Mangrove merupakan sekumpulan tumbuhan berkayu maupun berupa semak belukar yang mampu tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah peralihan antara darat dan laut yang secara periodik masih terkena bahkan tergenang air pasang. Tumbuhan-tumbuhan mangrove sering dikenal dengan istilah vegetasi mangrove sedangkan habitat mangrove dikenal dengan istilah mangal. Vegetasi mangrove tidak akan kita jumpai pada habitat lain, mereka hanya dapat ditemukan pada habitatnya, yaitu pada daerah peralihan antara daratan dan lautan. Hal inilah yang menjadikan mangrove sebagai habitat yang menarik sebagai daerah penelitian.komponen penyususn mangrove dibagi menjadi tiga komponen besar yaitu komponen mayor, komponen minor, dan komponen asosiasi. Komponen mayor merupakan komponen penyusun ekosistem mangrove yang keberadaannya melimpah dan mapu membentuk tegakan murni, namun tidak pernah meluas sanpai ke komunitas daratan. Sedangkan komponen minor keberadaannya tidak begitu mencolok dan jarang membentuk tegakan murni. Sedangkan komponen asosiasi merupakan komponen yang mampu tumbuh dengan baik di ekosistem mangrove atau keberadaannya sering mengikuti tumbuhan mangrove namun jarang kita temui.
Ekosistem mangrove mempunyai fungsi ekologis antara lain sebagai tempat mencari makan (feeding ground), bukan hanya untuk biota tapi juga manusia. Berbagai invertebrata menggantungkan hidupnya pada produktivitas mangrove baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa spesies memakan langsung daun maupun propagule mangrove, sedangkan lainnya mencerna partikel organik halus mangrove, baik yang tersuspensi dalam kolom air sebagai ”filter feeder” maupun yang telah terendapkan di dalam lumpur. Ada pula speises predator ataupun pemakan sisa-sisa tumbuhan dan pemangsa hewan lain. Selain itu, ekosistem mangrove juga berperan sebagai tempat pemijahan (spawning ground), tempat pembesaran (Nursery ground) bagi jenis hewan seperti ikan, udang, dan kepiting, dan sebagai tempat bersarang (nesting ground) oleh banyak satwa.




2. Ekosistem Padang Lamun
Lamun kadang-kadang membentuk suatu komunitas yang merupakan habitata bagti berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat memperlambat gerakan air dan melindungi komunitas mangrove yang berada di daerah belakan padang lamun. Keberadaan ekosistem lamun belum begitu banyak dikenal oleh masyarakat di nadingkan dengan ekosistem mangrove maupun terumbu karang, meskipun diantara ketiga ekosistem tersebut di kawasan pesisir merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam menjalankan fungsi ekologisnya.
Keberadaan lamun pada habitat tersebut, tidak terlepas dari gangguan atau ancaman-ancaman terhadap kelangsungan hidupnya baik berupa ancaman alami maupun ancaman yang diakibatkan oleh manusia. Besarnya pengaruh terhadap integritas sumberdaya, meskipun secara garis besar tidak dapat diketahui, namun dapat dipandang di luar batas kesinambungan biologis. Perikanan laut menyedikan lebih dari 60% protein hewani yang dibutuhkan dalam menu makanan masyarakat pantai, sebagian tergantung pada ekosistem lamun.
Ancaman-ancaman alami terhadap ekosistem lamun berupa angin topan, siklon, gelombang pasang, kegiatan gunung berapi bawah laut, interaksi populasi dan komunitas (pemangsa dan persaingan), pergerakan sedimen dan kemungkinan hama dan penyakit.



3. Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling produktiv dan paling tinggi keanekaragaman hayatinya. Produktivitas yang tinggi tersebut memungkinkan terumbu karang menjadi tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan dari kebanyakan ikan. Oleh karena itu, secara otomatisproduksi ikan di daerah terumbu karang sangat tinggi.
Kerangka hewan karang berfunsi sebagai tempat berlindung atau tempat menempelnya biota laut lainnya. Sejumlah ikan pelagis bergantung pada terumbu karang padfa masa larvanya. Terumbu karang juga merupakan habitat bagi banyak spesies laut. Selain itu terumbu karang juga dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi. Dari sisi sosial ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa negara yang berasal dari perikanan dan pariwisata.
Pertumbuhan karang dan penyebarnnya tergantung pada kondisi lingkungannya. Kondisi ini pada kenyataannya tidak selalu tetap, tetapi selalu berubah karena adanya tekanan baik karena alam, maupun aktifitas manusia. Faktort-faktor kimia dan fisk yang diketahui dapat mempengaruhi pertumbuhan karang adalah intensitas cahaya matahari, suhu, salinitas, dan sedimen. Sedangkan faktor biologisnya berupa pemangsaan dan predatornya.



C. Aturan Pengelolaan Kawasan Estuaria
Pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Indonesia sudah berlangsung lebih satu dasawarsa. Sudah menghasilkan pelbagai dokumen, pemetaan, dan aturan main. Aturan main terakhir adalah Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K). Sayangnya UU itu menyisakan pelbagai kontroversi, mulai dari privatisasi perairan pesisir sampai belum terbitnya turunan UU itu berbentuk peraturan pemerintah (PP).
Pengelolaan wilayah pesisir dan laut selama ini berbasis ekosistem yakni mangrove, terumbu karang, lamun dan pulau-pulau kecil (PPK). Model ini belum mengakomodasikan kawasan khusus yang tidak hanya memiliki keterkaitan ekologis, ekonomi dan social semata. Melainkan, memiliki keterkaitan geologis, antropologis serta complicated, seperti teluk, delta, selat, estuaria maupun tanjung. Anehnya, pengelolaan pesisir selama ini mengabaikan eksistensi kawasan khusus ini.
Berlakunya UU No. 27 Tahun 2007 tentang PWP3K bukan menyelesaikan masalah, tetapi malah memunculkan masalah baru. Berbagai hal yang melatarinya.
Pertama, UU itu merujuk pada peraturan yang diberlakukan di Kanada dan Jepang. Padahal kedua Negara itu secara geologis, kultural maupun klimatologi berbeda dengan Indonesia. Keduanya berada di daerah subtropis, keragaman sumberdayanya rendah, dan Kanada Negara kontinental. Sementara Indonesia berada di daerah tropis, keragaman sumberdaya dan budaya tinggi. Munculnya konsep hak pengelolaan perairan pesisir (HP3) dan pulau-pulau kecil menyalahi kultur pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya laut di Indonesia yang bersifat open access.
Kedua, naskah akademik yang digunakan menjustifikasi lahirnya UU ini bersifat text book thinking dan tak mempertimbangkan kondisi aktual wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia yang memiliki kawasan khusus. Akibatnya, semangat pengelolaannya bersifat administratif ketimbang kawasan. Contohnya, adanya klausal kewajiban daerah (Kabupaten/kota maupun Provinsi) berpesisir menyusun Rencana Strategis (Renstra) Pengelolaan pesisirnya adalah fakta tak terbantahkan. Mengapa tidak menggunakan pendekatan kawasan? Misalnya, renstra kawasan Delta Batanghari, Renstra Teluk Bone maupun Renstra Selat Bali.
Ketiga, dalam UU itu mengandung inkonsistensi subtansi maupun isi. Di situ ada pasal yang mengakui kearifan lokal dan hukum adat. Tapi, di sisi lain ada pengaturan pengelolaan melalui privatisasi ala HP3. Lucunya, lagi HP3 ini perizinannya dikeluarkan pemerintah daerah Kabupaten/Kota. Padahal, kewenangan mereka menurut pasal 10 UU No 32 tahun 2004 hanya 1/3 dari provinsi (12 mil laut).
Keempat, para pakar yang menyusun dokumen maupun naskah akademik UU itu tak memiliki kapasitas dan kapabilitas pengetahuan memadai masalah kelautan dan pesisir Indonesia. Bahkan cenderung karbitan dan menduplikasi negara asing. Buktinya, terabaikannya kawasan-kawasan khusus dan keberatan pemerintah daerah dengan HP3 serta inkonsistensi dan kontroversi isi UU. Padahal tak selamanya dari negara asing itu cocok dengan Indonesia. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (PPK) Indonesia amat penting mengedepankan pendekatan kawasan. Tak perlu menggunakan pendekatan ”administratif” yang berpotensi menimbulkan konflik antar daerah, aturan main maupun institusi negara. Terakomodasinya pendekatan kawasan dalam mengelola pesisir dan PPK setidaknya mampu membangun kesadaran kolektif dan soliditas antar institusi negara, masyarakat dan pemerintah daerah. Tak ada lagi ego institusional maupun daerah yang merasa paling ”kuasa” dalam suatu kawasan. Di masa datang pengelolaan yang berkembang adalah model pengelolaan dan pemanfataan delta, teluk, estuaria, selat, dan tanjung. Guna mewujudkannya, kehadiran disain institusional (organisasi dan aturan main) yang jelas dan tepat amatlah penting.
D. Contoh Buruknya Pengelolaan Kawasan Estuaria
Salah satu penyebab utama terjadinya degradasi ekosistem estuaria adalah akibat penggunaannya sebagai daerah pembuangan limbah secara terus menerus. Sebagian bahan pencemar tersebut adalah bahan-bahan kimia organik. Masalah utama lainnya yang dapat meningkatkan ancaman tehadap kelestarian ekosistem ini adalah berkurangnya dan atau terjadinya pembelokan aliran sungai di hulu. Selain itu kebanyakan organism estuaria merupakan organisme yang rentan.
Oleh sebab itu konservasi terhadap ekosistem estuaria dan pemanfaatannya, sangat bergantung pada perencanaan dan pengelolaan secara terpadu yang mencakup pengelolaan daerah hulu. Berdasarkan hal itu, pedoman berikut dapat dijadikan syarat minimal dalam pemeliharaan dan kelangsungan laguna dari ekosistem estuaria pada pemanfaatan tingkat tinggi adalah:
1. Penerapan teknologi secara maksimal dari pengolahan limbah, baik untuk limbah industri maupun limbah domestic yang dibuang ke dalam laguna dan perairan estuaria.
2. Fasilitas industri yang berpotensi tinggi mengganggu ekosistem estuaria dan laguna, mestinya dijauhkan dari daerah tersebut.
3. Dibutuhkan pemeriksaan terhadap limpasan air akibat hujan lebat dan sumber-sumber polusi lainnya.
4. Menghindari terhambatnya sirkulasi air.

5. Berhati-hati dalam penggalian atau pembuangan hasil pengerukan.
Teluk Kendari yang memiliki kawasan estuari dan laguna, berada di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Mandonga, Kendari dan Poasia. Secara geografis lokasi ini berada pada posisi 122o 31’ – 122o – 36’ BT dan 3o 57’- 3o 60’ BS. Aktivitas di kawasan ini antara lain sebagai pelabuhan utama Propinsi Sulawesi Tenggara, industi perikanan, pariwisata, lahan pertanian dan budidaya tambak ikan. Sejumlah aktivitas tersebut dapat merusak ataupun mematikan ekosistem estuaria bahkan dapat juga menimbulkan konflik kepentingan antar para pemakai lahan pesisir. Dengan demikian diperlukan suatu pengelolaan lingkungan kawasan estuaria Teluk Kendari yang baik dan berkelanjutan.

Gambar 1. Peta kawasan Teluk Kendari
Kawasan estuaria dan laguna di Wilayah Sulawesi Tenggara dikembangkan terlebih pada kawasan budidaya dan kawasan lindung untuk perlindungan eksosistem. Penataan kawasan lindung dimaksudkan untuk menjaga atau melindungi ekosistem yang terdapat di kawasan Teluk Kendari dari kerusakan lingkungan. Kawasan lindung ini terdiri dari dua bagian yaitu kawasan preservasi dan konservasi.
Pada kawasan preservasi kegiatan yang diijinkan adalah penelitian dan pendidikan sedangkan kegiatan pembangunan tidak diijinkan. Kawasan ini meliputi hutan mangrove, permukiman dan terumbu karang. Pada kawasan konservasi masih diperbolehkan kegiatan budidaya dengan batasan-batasan yang telah ditentukan. Kawasan ini meliputi kawasan sempadan pantai dan kawasan sempadan sungai, suaka margasatwa; hutan lindung; muara sungai dan ruang terbuka dan jalur hijau. Pada kawasan sempadan pantai dan kawasan sempadan sungai ini tidak diperbolehkan ada bangunan dan tetap dibiarkan menjadi daerah vegetasi. Saat ini di kawasan sempadan pantai dan sungai banyak didirikan hotel. Hal tersebut perlu penataan dan menertibkan dan memonitor kegiatan pembangunan baru di kawasan ini.
Kawasan konservasi suaka margasatwa di Teluk Kendari yang sudah ada adalah Taman Hutan Raya Marhum yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 523/KPTS/um/10/1973. Kawasan konservasi hutan lindung berfungsi sebagai penyedia tata air tanah untuk wilayah pesisir. Kawasan konservasi muara sungai berada di Sungai Wanggu dan muara Sungai Nambo. Kedua muara ini merupakan tempat berkembangnya ruaya dan anak ikan sidat, selain itu ditemukan pula mangrove. Pemanfaatannya terbatas untuk perikanan tangkap dengan alat pancing dan gill net. Kawasan ruang terbuka dan jalur hijau di pinggiran kawasan Teluk Kendari berfungsi untuk menjaga kawasan dari proses sedimentasi dan abrasi.

Gambar 2. Pencemaran limbah padat pada teluk Kendari

Gambar 3. Pendangkalan pada Teluk Kendari akibat sedimentasi

Gambar 4. Aliran sungai Wanggu Penyumbang Endapan Sedimen
Pada Teluk Kendari



Gambar 5. Sungai Poasia penyumbang sedimen pada Teluk Kendari


Gambar 6. Perambahan hutan Mangrove pada Teluk Kendari


Gambar 7. Areal bekas budidaya yang tidak terpakai
Berikut adalah beberapa kegiatan pada daerah teluk kendari yang telah memperparah kerusakan teluk kendari :

Gambar 8. Pelabuhan Perikanan Samudera di Teluk Kendari


Gambar 9. Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Kendari
.
Gambar 10. Pembangunan di kawasan mangrove
dengan melakukan reklamasi





Gambar 11. Pembangunan SPBU di Kawasan Teluk Kendari
Kawasan yang dikembangkan lainnya adalah kawasan budidaya laut yang bersifat rintisan dan pengembangan uji coba dan terbatas pada budidaya teripang, rumput laut dan budidaya ikan kerapu. Lokasinya berada di sepanjang Pantai Sambuli, Todonggeu, Nambo dan pantai bagian selatan Pulau Bungkutoko serta di Kecamatan Kendari sekitar pantai Kelurahan Mata dan Purirano. Kawasan budidaya pariwisata diarahkan pada upaya pengembangan wisata yang memperhatikan aspek pelestarian sumberdaya alam, sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat dengan lebih melibatkan masyarakat sebagai pelaku (ekoturisme).
Pengelolaan sumberdaya alam sudah seharusnya mempertimbangkankan faktor ekologis sebagai dasar pijakan dalam perencanaan pembangunan untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan seperti sedimentasi dan abrasi, penurunan kualitas sumberdaya perikanan di teluk, pencemaran, pembuangan sampah dan lain-lain. Kawasan ekosistem hutan mangrove Teluk Kendari dapat mencegah masalah erosi dan banjir sehingga perlu penanaman kembali di daerah hulu wilayah Kecamatan Poasia. Laju sedimentasi di Teluk Kendari perlu pengendalian dan pengawasan aktivitas pemanfaatan lahan untuk pertanian dan pertambangan, terutama di daerah hulu Daerah Aliran Sungai Wanggu. Untuk itu dibuat DAM pengumpul sedimen pada anak-anak sungai yang masuk ke sungai Wanggu yang bertindak sebagai penangkap sedimen. Kelestarian lingkungan dapat jiga menjadi daya tarik pariwisata dan pengembangan investasi terutama investasi wisata air dialokasikan di kawasan Teluk Kendari.
E. Contoh Pengelolaan Kawasan Estuaria Yang Baik
Salah satu wilayah yang patut dijadikan sebagai percontohan untuk pengelolaan kawasan estuaria yang baik adalah yang ada pada negara bagian Viginia, Amerika Serikat. Wilayah estuaria pada daerah ini dijadikan sebagai kawasan lindung sekaligus sebagai daerah ekowisata dengan mengusung program ECOTOURISM INITIATIVE AND PROJECTS OF THE VIRGINIA COASTAL.





Gambar 12. Kawasan Estuaria Virginia
Keistimewaan pada daerah ini adalah tempat ini berfungsi sebagai tempat singgahnya burung-burung pantai yang melakukan migrasi setiap tahunnya, sehingga secara berkala setiap tahunnya pada daerah ini selalu diadakan festival untuk menyaksikan burung-burung yang singgah pada daerah ini untuk bermigasi. Beberapa aktivitas yang dilakukan pada daerah ini antara lain adalah penelitian, fotografi, dan kegiatan mendayung (canoeing)












Gambar 13. Beberapa jenis burung yang bermigrasi
di kawasan estuaria Virginia











Gambar 14. Aktivitas Canoeing pada estuaria Virginia



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Estuaria adalah bagian dari lingkungan perairan yang merupakan percampuran antara air laut dan air tawar yang berasala dari sungai. Lingkungan estuaria merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di pengaruhi oleh pasanga surut, seperti halnya pantai, namun umumnya terlindung dari gelombang laut.
2. Permasalahan yang kerap kali muncul pada wilayah estuaria adalah kawasan ini kerap kali menjadi tempat pembuangan limbah baik itu cair maupun padat, serta buruknya tata ruang di sekitar daerah estuaria
3. Contoh kasus untuk pengelolaan daerah estuaria yang buruk adalah dapat dilihat pada Teluk Kendari sedangkan yang dapat dijadikan wilayah percontohan adalah estuaria yang ada di Virginia, Amerika Serikat.
B. Saran
Saran yang kami ajukan setelah penulisan makalah ini adalah perlu kiranya ada kerjasama antar pemerintah, masyarakat, dan kalangan akademisi untuk mengambil langkah-langkah penanganan yang tepat terhadap teluk Kendari yang semakin hari kondisinya kian memprihatinkan.

DAFTAR PUSTAKA

0 komentar: